Selasa, 09 November 2010

Negeri Para Pembohong (Kegelisahan seorang anak negeri)

Beberapa hari belakangan ini aku merasa amat muak mendengarkan atau membaca berita. Orang-orang berpangkat, berkedudukan tinggi, mengaku ahli hukum, berpakaian necis, tapi mulutnya tak lebih daripada seorang pembual begitu bodohnya mempermainkan logika waras. Mereka kira orang tidak tahu bahwa mereka berbohong. Mereka pikir, tak ada orang yang masih bisa berpikir waras. Muak… betul-betul muak. Inilah wajah negeri yang compang-camping itu. Lihat saja:

1.Seorang jenderal polisi begitu entengnya, sambil senyum-senyum, tanpa beban dan tanpa rasa salah membual di depan wakil rakyat menjelaskan asal-muasal munculnya istilah cicak-buaya. Lewat tayangan televisi orang tahu, istilah itu dilontarkan sang jenderal untuk membuktikan kekuasaannya menghadapi seterunya, KPK. Tapi, di depan para dewan kita mendengar yang sebaliknya. Tayangkan saja apa yang direkam televisi jauh sebelum pernyataan jenderal itu di depan dewan, dan bandingkan dengan apa yang ia ungkapkan di depan dewan! Orang akan dengan mudah menangkap: BOHONG BESAR apa yang ia katakan di depan dewan itu. Sayang seribu sayang, para dewan cuma bisa mengangguk-angguk bak sapi yang sedang menarik pedati. Mereka seolah emoh tahu bahwa istilah itu—dan kasus di balik pemunculannya, tentu saja—telah menjadi pemicu penghabisan energi berkepanjangan. Oh, dasar negeri para pembohong!!!

2.Di depan dewan pula sang jenderal menceritakan bahwa pemeriksaan dan pemberkasan terhadap Anggoro dilakukan di KBRI Singapura. Pernyataan ini, seingat saya juga dia nyatakan dalam wawancara dengan stasiun televisi. Eh, tak selang minggu, Duta Besar RI untuk Singapura menyatakan, “Tidak ada pemeriksaan Anggoro di KBRI!!”. Oh, dasar negeri para pembohong!!!!

3.Selintas tadi pagi saya dengar di sebuah televisi; seorang pengacara dengan berapi-api penuh percaya diri mengatakan, “Saya ini bermaksud membersihkan KPK, tapi merasa mendapatkan perlawanan dari banyak pihak!!” Padahal, klien sang pengacara yang mulia ini dengan terang-benderang di hadapan publik sudah mengakui bahwa dirinya telah memberikan miliaran uang untuk kasus kakaknya yang ditangani KPK melalui Ary Muladi. Tak ada logika waras yang membenarkan bahwa cara untuk membersihkan KPK—kalau benar ada oknum KPK yang korup—adalah dengan menyetor uang, APA PUN ALASANNYA!! Oh, dasar negeri para pembohong!!!!

4.Baru kemarin saya dengar Pak Jaksa Agung begitu yakin bahwa kasus Chandra didukung bukti kuat. Dengan gaya seorang the great story teller, Pak Jaksa Agung berupaya meyakinkan para anggota dewan bahwa terdapat petunjuk-petunjuk kuat untuk tetap meneruskan kasus Chandra; “Tak diperlukan bukti akurat!” begitu Sang Jaksa Agung berceloteh. Ia lalu menganalogikan hal itu dengan sepasang laki-laki dan perempuan bukan suami-istri yang masuk sebuah kamar hotel. “Tak perlu bukti akurat untuk meyakini telah terjadi perzinahan!” katanya. Ah… analogi yang terlalu simplisistis, hati saya bilang. Dan, apa yang terjadi? Tadi pagi saya lihat di running text sebuah stasiun televisi: kejaksaan kembalikan berkas ke polisi!! Oh, dasar negeri para pembohong!!!!

Tuhan, aku muak… jijik dengan orang-orang semacam itu; orang-orang yang tak tahu malu memamerkan kebohongan di mana-mana. Tuhan… seandainya aku jadi Engkau, aku akan tetapkan sebuah hukum di negeri ini: siapa berbohong, saat itu juga mulutnya akan ndower sepanjang 1 meter dan tak akan pernah pulih lagi! Barangkali dengan begitu orang akan kapok berbohong, dan dengan begitu berakhirlah kisah NEGERI PARA PEMBOHONG ini!!!!!

1 komentar:

Unknown mengatakan...

orang indonesia juga suka dibohongi ....