Selasa, 19 Mei 2009

Unek-unek pilpres

Beberapa hari ini aku berkeluh kesah dengan diriku sendiri soal pilpres Juli nanti. Saat pileg lalu aku memang tidak terdaftar sebagai pemilih (padahal punya KTP, bayar pajak pula). Ya sudah, aku gak nyesal... soalnya jujur saja, aku sendiri muak dengan para politisi itu. Terus terang, seandainya pun aku dapat undangan milih waktu itu, aku akan golput. Bagiku, golput sadar itu jauh lebih baik daripada milih tanpa sadar apalagi sekadar karena uang.

Kali ini aku bertanya-tanya lagi. Bagaimana mungkin di antara para capres dan cawapres itu bisa dengan tenang tanpa beban masa lalu... seolah-olah tanpa dosa. Sepengetahuanku... ada catatan-catatan bagi mereka:
1. Ada capres yang ayahnya (?) sukses membangun kerajaan bisnis karena adanya sistem benteng waktu itu. Sistem benteng ketika itu muncul karena sentimen ras tertentu dan untuk "mematikan" bisnis etnis tertentu. Bagaimana mungkin aku bisa percaya bahwa latar belakangnya itu sedikit-banyak tidak mewarnai pandangan-pandangannya saat ini?

2. Semua tahu, bahwa menjelang SI 1998 ada jenderal yang membiarkan atau kabarnya malah dengan sengaja membentuk PAM Swakarsa.

3. Tak kalah penting adalah para korban Trisakti dan Semanggi.

4. Masih ada kaitan dengan itu adalah para aktivis yang diculik dan disiksa, beberapa di antaranya tidak pernah kembali ke keluarganya hingga hari ini.

5. Aku pun masih ingat peristiwa Kudatuli. Aku tak tahu, kenapa pihak yang dulu dizalimi dan kemudian hingga tahun 2004 berkesempatan memegang tampuk kekuasaan toh tak sanggup mengungkap tuntas siapa para aktor intelektual di balik semua itu.

Kini orang-orang itu sering nongol di televisi, tanpa malu... tanpa pernah minta maaf... menyakitkan sekali rasanya melihat semua itu.

Jujur, terus terang, aku pernah berharap orang seperti Fajrul Rachman bisa maju menjadi capres. Sayang, sistem mengandaskannya jauh sebelum turun laga. Kenapa orang-orang muda seperti dia, yang tak terkait dengan dosa politik masa lalu, tak punya kesempatan untuk itu?

Ah... betapa memuakkannya tontonan di negeri ini.

1 komentar:

Robbi Cahyadi mengatakan...

Jangan golput mas Rahoyo, gunakan hak suara. Dengan golput, berarti anda mendukung orang yang tidak berkompeten untuk memimpin. Soalnya dia bisa menang karena beli suara !!!. Kenyataannya di kampung saya begitu koq, terutama di desa - desa dan pinggiran kota. Caleg banyak duit dari partai besar beli suara seharga 30 ribu s/d 50 ribu perak. Kalo sudah begini... pasti nanti pas kepilih duitnya harus dapat kembali, berlipat2 malah.

masyarakat emang pendidikannya belom nyampe kesitu, kalau ada yg ngasih duit ya diterima, emang sengaja dibuat miskin & goblok sih masyarakat kita (menurut saya sih hehehe). Jadi masyarakat gak bisa terlalu disalahkan meskipun dengan menerima uang tersebut berarti masyarakat menyuruh Caleg korupsi kan???