Kamis, 29 Oktober 2009

Catatan Hukum Orang (Maaf) Gak Ngerti Hukum

Kemarin perseteruan antara KPK dan Kepolisian (ditampik oleh Kadiv Humas Mabes Polri) memasuki babak baru. Di luar dugaan banyak pihak, Chandra dan Bibit mendadak ditahan. Gelombang dukungan pun mengalir kepada kedua wakil ketua KPK non-aktif ini. Memang, orang awam pun akan bertanya-tanya, kalau memang keduanya perlu ditahan, mengapa tidak sejak ditetapkan sebagai tersangka bulan Juli keduanya langsung ditahan? Kenyataan bahwa Chandra dan Bibit dengan disiplin melakukan wajib lapor ke Mabes Polri mengusik nurani keadilan mengapa keduanya harus ditahan. Alasan subjektif bahwa keduanya bisa mengulangi perbuatan yang sama, akan menghilangkan barang bukti, dan akan melarikan diri oleh banyak pihak yang mengerti hukum telah dimentahkan. Logika akal sehat pun mengatakan begitu. Bagaimana mungkin Bibit Chandra akan mengulangi perbuatan atau menghilangkan barang bukti sementara keduanya telah non-aktif dari KPK. Satu-satunya alasan penahanan keduanya yang bisa diterima adalah karena ancaman hukuman mereka di atas lima tahun. Namun, ya itu tadi, kalau memang inilah dasar yang dipakai polisi untuk menahan keduanya, mengapa tidak sejak awal?

Realitas bahwa Chandra-Bibit ditahan setelah beredar luas transkrip telepon yang menyebut-nyebut beberapa pejabat bisa menjadi spekulasi untuk mencari alasan mengapa keduanya ditahan. Kita ingat, beberapa hari yang lalu Presiden SBY melalui jurubicaranya Dino Pati Jalal mengatakan bahwa namanya dicatut dan minta diusut tuntas. Hari ini, di running text sebuah televisi swasta tertulis "Polri akan usut pencatutan nama Presiden" (kira-kira). Nah, ada benang merah yang tampak di situ. Tampaknya polisi mencurigai Bibit-Chandra adalah orang yang menyebarluaskan transkrip telepon yang membawa-bawa nama presiden. Dengan sudut pandang ini, kita bisa memahami mengapa Bibit-Chandra baru ditahan sekarang dan bukan sejak ditetapkan sebagai tersangka.

Memang, menyangkut soal terakhir ini, kita juga pantas menaruh keprihatinan. Kok yang diusut justru pencatutan nama? Kok bukan peristiwa telepon-teleponannya itu sendiri? Ibarat pohon, pencatutan nama itu sekadar ranting sedangkan peristiwa telepon itu sendiri pohonnya. Begitu pohonnya terungkap dengan sendirinya rantingnya pun akan beres. Mestinya begitu logikanya. Ya... sayang juga bahwa Presiden SBY seolah lebih asyik membersihkan dirinya--dengan mengatakan namanya dicatut--dan bukannya menanggapi isu besarnya.

ANEH SEJAK MULA

Sejauh kita mengikuti kasus ini, tak urung sebagai masyarakat awam kita memang menangkap berbagai keganjilan. Bibit-Chandra disangka menerima suap atau memeras, tapi belakangan Ary sebagai orang yang diduga memberikan uang tersebut telah mencabut keterangannya kepada polisi. Belakangan kita dengar, Bibit-Chandra disangka menyalahgunakan wewenang. Dari beberapa ahli hukum kita mendapat keterangan bahwa jika pun Bibit-Chandra memang menyalahgunakan wewenang dengan mencekal Anggoro Wijoyo dan Joko Tjandra, harusnya Anggoro dan Joko lah orang yang paling tepat mempraperadilankan Bibit-Chandra. Jadi, mengapa polisi perlu sewot? Tidak salah kiranya bila muncul kesan polisi sedang membela Joko dan Anggoro yang kebetulan keduanya sedang tersandung kasus korupsi. Jadi, polisi memihak siapa? Pemihakan ini tampak menjadi semakin runyam ketika beredar kabar--kabar resmi karena merupakan laporan dari KPK ke polisi (?)--bahwa Susno Duaji, Kabareskrim Mabes Polri, justru bertemu dengan Anggoro Wijoyo di Singapura--DAN TIDAK MENANGKAPNYA--padahal jelas Anggoro adalah seorang DPO. Kabar tentang hal ini kini lenyap tak berbekas.

LALU APA?

Kiranya kasus ini hanya akan segera berakhir bila segera disidangkan. Justru karena itu, kita menunggu langkah tegas presiden. Mestinya Presiden bisa meminta Polri untuk segera melimpahkan kasus ini ke Kejagung dan Kejagung segera membawanya ke pengadilan. Apa susahnya, baik Kapolri maupun Jaksa Agung keduanya di bawah Presiden? Beri tenggat kalau perlu karena social cost-nya sudah terlalu tinggi. Mungkin beberapa pihak akan berkelit, itu berarti presiden mencampuri kasus. Ah... kita belum lupa ketika terjadi pencuikan terhadap seorang anak pengusaha, presiden bisa segera menggelar konferensi pers dan memerintahkan Polri untuk segera mengusut kasus tersebut. Mengapa untuk soal yang sebesar ini Presiden hanya berusaha membersihkan namanya?

Kita tunggu aksi SBY... bukannya ketika jabatannya belum berakhir, Wakil Presiden (ketika itu) Jusuf Kalla ketika itu telah meminta Kapolri untuk menyelesaikan kasus ini dalam waktu satu minggu? Hemmm....

Tidak ada komentar: