Kamis, 05 November 2009

DPR Tak Lihai Gali Fakta

Kemarin Komisi III melakukan rapata dengar pendapat dengan Kapolri Bambang Hendarso Danuri. Rapat yang berlangsung sejak pukul 20.00 dan baru selesai dini hari (sekitar pukul 02.00) itu sedianya untuk mengklarifikasi kasus Bibit-Chandra, terutama dari pihak Polri.

Tentu saja ini merupakan kesempatan sangat langka mengingat kasus Bibit-Chandra telah begitu menghabiskan energi khalayak, dengan segala kesimpangsiuran informasi yang terjadi. Beberapa hal pantas menjadi catatan dari rapat dengar pendapat yang berlangsung lebih dari 5 jam tersebut.

Pertama, soal kasus Bibit-Chandra.

Setelah mendengarkan seluruh penjelasan Kapolri, bisa jadi khalayak menjadi ragu; apakah benar wakil ketua KPK nonaktif Bibit-Chandra memang benar-benar tidak terlibat kasus pidana sebagaimana yang disangkakan Polri selama ini. Kapolri begitu percaya diri memaparkan bukti-bukti yang dipakai sebagai fakta untuk menjerat Bibit-Chandra menjadi tersangka. Ini jelas bertentangan dengan logika umum yang selama ini berkembang (apalagi setelah pemutaran rekaman percakapan Anggodo Wijoyo dengan beberapa orang yang diduga para aparat hukum); yakni bahwa kasus ini merupakan kasus rekayasa.

Sekali lagi, tak ada jalan lain untuk meng-clearkan semua itu selain melalui persidangan. Biarlah di persidangan nanti hakim akan memutuskan mana yang benar dan mana yang salah; dengan pengawasan agar transparan dan akuntabel, tentu saja.

Kedua, ini yang menyedihkan. Waktu yang lebih dari 5 jam tersebut mestinya bisa dipakai para anggota dewan (komisi III) untuk benar-benar menggali fakta sedalam-dalamnya dan sejelas-jelasnya. Di awal sidang, para anggota dewan sepakat untuk "buka-bukaan".

Dalam kenyataannya, para anggota dewan kurang terampil menggali informasi. Sesi pertama pendalaman yang diberikan oleh pemimpin rapat; praktis lebih banyak diisi puja-puji, basa-basi, dan pidato. Puja-puji, basa-basi, dan pidato tentu saja perlu; tapi dalam konteks ini: betapa besarnya persoalan dan mepetnya waktu yang ada; pidato dan segala macamnya tersebut menjadi kurang relevan.

Khalayak sebenarnya mengharapkan, bahwa dalam rapat dengar pendapat tersebut Kapolri benar-benar dicecar pertanyaan-pertanyaan menukik untuk mengungkap segala fakta yang tersembunyi. Dalam hal ini, DPR praktis gagal melakukannya.

Pertanyaan-pertanyaan seperti
1. Bagaimana Kapolri yakin bahwa pemimpin KPK menerima uang dengan hanya berdasarkan petunjuk nomor mobil, bukti parkir, pengakuan Ari Muladi, dsb? Semua itu jelas tidak membuktikan apa pun bahwa uang benar-benar telah mengalir dari Ari Muladi ke unsur KPK. Analoginya gampang saja. Si A dan si B sama-sama berada di sebuah toko. Bukti parkir ada, bukti nomor mobil ada. Tapi, apa yang bisa menjamin bahwa keduanya bercakap-cakap?

2. Soal rekaman:
Anggodo wijoyo sebagai pihak yang dianggap mempunyai peran sentral dalam rekaman itu telah mengakui di TV One bahwa rekaman itu adalah suaranya. Berbagai klarifikasi mestinya bisa digali di sana:
a. Apa klarifikasi dari penyidik yang dalam rekaman itu terdengar bertelepon dengan Anggodo
b. Sejauh mana kebenaran pemberian makan (malam ?) oleh Anggodo kepada para penyidik yang terdengar dalam rekaman itu?
c. Apakah memang dibenarkan seorang penyidik bertelepon dengan saksi?
d. dsb.

Semua itu tidak terungkap karena para anggota dewan lebih banyak berbicara hal-hal yang sesungguhnya tidak perlu. Dari ketiga sesi pendalaman, praktis hanya sesi ketigalah yang sesungguhnya mencapai tujuan. Sayang itu sudah terlalu larut sehingga praktis tidak bisa mengungkap fakta-fakta lebih jauh lagi. Kita jadi berpikir, jangan-jangan para anggota dewan ini memang memerlukan pelatihan bertanya.

Ketiga. Bahwa kasus penetapan tersangka Bibit-Chandra dan rekaman merupakan dua hal yang saling kait-mengkait, keduanya perlu dibedakan. Keduanya tidak bisa dicampur aduk. Dengan kata lain, masing-masing harus diusut tuntas dan diungkap sejelas-jelasnya secara transparan dan akuntabel.

Semua itu perlu dilakukan mengingat kasus ini telah begitu menyedot energi perhatian dari jutaan orang Indonesia.

Tidak ada komentar: